
Jakarta –
Saat ini, Indonesia sedang berada di titik cerah dalam perjalanan sepak bola internasional. Tim nasional kita menampilkan penampilan yang impresif, yakni bisa mengimbangi bahkan mengalahkan beberapa tim dengan peringkat FIFA yang lebih tinggi. Banyak yang menganggap bahwa kebangkitan ini tak lepas dari sokongan pemain naturalisasi.
Kebangkitan ini pasti menjinjing kebahagiaan bagi masyarakat, terutama pencinta bola. Namun, apakah pada dikala yang serupa kita bisa berbangga seutuhnya? Sebagaimana kita tahu, sebagian besar starting eleven atau sebelas pemain utama yang diturunkan di Timnas Indonesia tidak lahir, tumbuh, atau berlatih di Indonesia. Mereka menjinjing keahlian dari mancanegara dan tiba-tiba saja menjadi bab dari timnas lewat proses naturalisasi.
Dari keadaan di atas, suatu pertanyaan muncul. Mana yang mesti menjadi prioritas dalam sepak bola kita: menyegerakan prestasi atau membangun jati diri?
Polemik naturaliasi
Proses naturalisasi dalam dunia sepak bola bukanlah barang baru. Banyak negara sudah mempergunakan garis keturunan atau asal-usul seorang pemain dalam upaya mengembangkan mutu tim nasional mereka, mulai dari tetangga kita Malaysia dan Australia hingga Prancis dan Inggris di Eropa. Indonesia tidak terkecuali.
Di Indonesia, pemain-pemain menyerupai Tom Haye, Ivar Jenner, dan Jay Idzes sudah menjadi andalan dalam beberapa pertarungan penting Timnas Indonesia. Para pemain ini tumbuh, berkembang, dan bermain dalam kultur sepak bola Eropa. Dengan pengalaman bermain di liga yang jauh lebih kompetitif ketimbang Liga 1 Indonesia, mereka sudah menjinjing pergantian signifikan dalam permainan timnas kita.
Namun, apakah naturalisasi sungguh-sungguh penyelesaian jangka panjang? Di satu sisi, kehadiran mereka memberi imbas instan, menyerupai dikala timnas bisa menahan Arab Saudi dan Australia dalam kualifikasi Piala Dunia 2026 baru-baru ini. Prestasi ini menjinjing impian gres bagi penduduk Indonesia dan menolong mendongkrak peringkat FIFA. Di segi lain, timbul kegalauan bahwa naturalisasi cuma berbincang hasil cepat tanpa membangun fondasi besar lengan berkuasa untuk masa depan sepak bola nasional.
Pengembangan pemain setempat semestinya menjadi prioritas utama bagi federasi sepak bola Indonesia. Jika kita terlalu bergantung pada pemain-pemain naturalisasi, kapan kita bisa bikin bintang-bintang setempat yang memiliki jati diri Indonesia? Menjadi negara dengan tim sepak bola yang kompetitif semestinya tidak cuma perihal hasil instan, tetapi juga perihal membangun identitas sepak bola yang besar lengan berkuasa dari akar rumput.
Kebanggaan parsial
Meski sokongan para pemain naturalisasi menjinjing prestasi, sanjungan nasional terhadap tim sepak bola Indonesia tidak senantiasa terasa penuh. Kebanyakan pemain naturalisasi, walaupun memiliki garis keturunan Indonesia, besar dan berkarier di Eropa. Mereka tidak pernah mencicipi pribadi kehidupan di Indonesia. Yang lebih penting lagi, mereka tidak berkembang dalam ekosistem sepak bola Indonesia. Mereka tidak mengalami dinamika sepak bola di kampung halaman, bermain di lapangan tanah kasar, atau mencicipi kelemahan akomodasi sebagaimana yang dihadapi banyak bawah umur muda Indonesia.
Sebagai contoh, Jay Idzes, yang lahir di Mierlo, Belanda, resmi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) lewat jalur keturunan kakek dan neneknya yang berdarah Indonesia. Saat ini, Jay bermain untuk klub Venezia di Serie A, suatu persaingan sepak bola tertinggi di Italia. Ia mencetak gol perdananya untuk Timnas Indonesia dalam sabung Kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Vietnam beberapa waktu lalu.
Meski sekarang ia mengenakan jersey merah putih, masuk akal jikalau kita sering kali mempertanyakan sejauh mana identitas Indonesia sungguh-sungguh menempel pada dirinya. Ini bukan memiliki arti kontribusinya di lapangan tidak diakui, tetapi rasa besar hati yang timbul dari prestasinya mungkin terasa berlainan dibandingkan dengan sanjungan yang dinikmati dikala seorang pemain orisinil Indonesia, menyerupai Egy Maulana Vikri atau Witan Sulaeman, mencetak gol kemenangan.
Kebanggaan nasional dalam sepak bola bukan cuma soal menang di pertandingan, tetapi juga perihal representasi. Saat tim nasional bertanding, mereka mewakili lebih dari sekadar keahlian sepak bola. Mereka mewakili cerita, budaya, dan sejarah dari setiap wilayah di Indonesia. Pemain yang lahir, besar, dan berlatih di Indonesia menjinjing narasi tersebut dalam setiap langkah mereka di lapangan. Itulah yang bikin kemenangan terasa lebih dalam dan lebih berarti.
Membangun ekosistem
Jika Indonesia ingin meraih prestasi yang konsisten di kancah internasional, kita mesti lebih konsentrasi pada pengembangan pemain lokal. Liga sepak bola Indonesia perlu diperbaiki, akomodasi training ditingkatkan, dan metode pembinaan pemain muda mesti lebih diperhatikan. Pemain setempat perlu diberi peluang untuk meningkat dalam ekosistem yang mendukung, mulai dari tingkat akar rumput hingga ke level profesional.
Saat ini, banyak bakat muda Indonesia yang kesusahan meningkat alasannya kurangnya susukan ke training berkualitas, akomodasi yang memadai, dan peluang untuk bermain di liga yang kompetitif. Meskipun ada pemain-pemain muda berbakat menyerupai Asnawi Mangkualam yang sudah bermain di luar negeri, jumlahnya masih sungguh terbatas. Kita perlu lebih banyak pemain setempat yang siap berkompetisi di level internasional, bukan cuma mengandalkan pemain naturalisasi.
Program-program menyerupai Garuda Select yang berbincang peluang terhadap pemain muda untuk berlatih dan bertarung di Eropa yakni langkah pertama yang baik. Namun, untuk meraih kesuksesan jangka panjang, diperlukan lebih banyak investasi dalam pembinaan sepak bola lokal. Jika kita terus bergantung pada pemain naturalisasi tanpa berbagi pemain lokal, sepak bola Indonesia kita tidak akan pernah meraih potensi penuhnya. Setidaknya tidak dalam waktu dekat.
Simpang jalan
Akhirnya, sepak bola kita menyerupai berada di persimpangan jalan. Apakah kita akan terus mengandalkan pemain naturalisasi untuk menjangkau prestasi jangka pendek, atau kita akan mulai membangun fondasi sepak bola nasional yang besar lengan berkuasa dengan berbagi pemain-pemain lokal? Keduanya mungkin tidak hingga mesti saling dipertentangkan, tetapi tetap perlu diseimbangkan.
Pemain naturalisasi dapat menjadi katalisator atau berbincang pola terhadap pemain-pemain setempat untuk sementara waktu. Namun, dalam jangka panjang, kesuksesan sejati akan tiba dari pemain-pemain yang dibesarkan di Indonesia, yang mengetahui dan mencicipi apa artinya bermain untuk merah putih. Mereka yang lahir dari tanah, air, dan udara Indonesia akan sanggup menjinjing sanjungan dan identitas nasional dalam setiap pertarungan di level internasional.
Prestasi yang dibangun dengan fondasi yang kuat, lewat pendampingan pemain-pemain lokal, akan lebih langgeng dan lebih membanggakan. Ini yakni jenis pekerjaan yang panjang dan melelahkan, pasti saja. Sekarang kita masih berada di persimpangan jalan: antara menyegerakan prestasi atau membangun jati diri.
Muhammad Jauhari Sofi penggemar sepak bola; mengajar Intercultural Communication di FTIK UIN KH Abdurrahman Wahid, Pekalongan
timnas indonesiapemain naturalisasiHoegeng Awards 2025Baca kisah inspiratif calon polisi teladan di siniSelengkapnya