
Pakar pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, menganggap Kejaksaan Agung (Kejagung) menghasilkan terobosan besar dalam mengejar-ngejar pengembalian kerugian negara di problem korupsi. Sebab Kejagung juga menambahkan penghitungan jumlah kerugian perekonomian negara dalam penanganan problem korupsi.
Hal ini disampaikan Hibnu menyikapi klarifikasi Jaksa Agung, ST Burhanuddin, terkait penanganan korupsi di Kejagung. Burhanuddin menyebut, Kejaksaan mengatasi korupsi yang berkualias, dengan cara menerapkan pasal tindak kriminal pembersihan duit selaku tindak kriminal kumulatif, penerapan bagian perekonomian negara dalam menjumlah eksekusi pelaku, serta menjerat korporasi menjadi pelaku tindak kriminal selaku upaya untuk mengakumulasikan pengembalian kerugian negara.
“Ini terobosan baru, alasannya selama ini cuma menjumlah kerugian keuangan negara yang dijumlah di saat ini,” kata Hibnu, dalam keterangannya, Selasa (16/4/2024).
Dalam terobosan barunya, kata Hibnu, Kejagung menjumlah juga kerugian perekonomian negara, yang merugikan kerugian potensi ke depan. Misalnya tanah yang rusak. Jika tanah rusak maka negara akan mengeluarkan ongkos besar untuk mengembalikan fungsi tanah seumpama sediakala.
Baca juga: Ramai Rp 271 T di Kasus Timah, Jaksa Agung Bicara soal Kerugian Perekonomian |
“Potensi kerusakan hutan juga ke depannya akan seumpama apa. Potensi ekonomi yang rusak itu ke depan seumpama apa? Ini yang dikembangkan Kejaksaan,” ungkap dia.
Langkah ini ditempuh Kejagung untuk mengoptimalisasi pengembalian kerugian negara. Sehingga dapat diantisipasi kerugian-kerugian tersebut.
Menurutnya terobosan Kejagung tersebut tidak berlainan dengan undang-undang. Dijelaskannya, dalam UU Tindak Pidana Korupsi dikelola tentang kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. “Selama ini yang dijumlah cuma kerugian keuangan negara,” ujar akademisi Unsoed ini.
Langkah menerapkan penghitungan perekonomian negara, menurut Hibnu, di sekarang ini masih belum ditangani oleh abdnegara penegak aturan lainnya, misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menganggap perlu ada kesamaan penglihatan dari penegak aturan lainnya.
“Ini memang terobosan, yang membutuhkan persamaan penglihatan dari para penegak aturan lainnya,” kaa Hibnu.
Dicontohkannya, hakim Mahkamah Agung (MA) dalam problem korupsi hutan Duta Palma juga menolak penerapan kerugian perekonomian negara. “MA memutus cuma kerugian keuangan negara yang riil saja,” paparnya.